Inilah Kesesatan Aqidah Syi’ah
Abdullah bin Muhammad As-Salafi  
  Kunjungan Buku : 102110  
Inilah Kesesatan Aqidah Syi’ah
     Inilah Kesesatan Aqidah Syi’ah
     Mukaddimah
     Sejarah Lahirnya Rafidhah
     Sebab Penamaan Syi’ah dengan Rafidhah
     Berbagai Macam Sekte Rafidhah
     Aqidah Bada’ yang Diyakini oleh Rafidhah
     Aqidah Rafidhah tentang Sifat-sifat Allah
     Aqidah Rafidhahtentang al-Qur'an yang Dijaga Keotentikannya oleh Allah
     Aqidah Rafidhah tentang Para Sahabat Rasulullah
     Sisi Kesamaan Antara Yahudi dan Rafidhah
     Aqidah Rafidhah tentang Imam-imam Mereka
     Aqidah Raj’ah bagi Rafidhah
     Aqidah Rafidhah tentang Taqiyyah
     Aqidah Rafidhah tentang ath-Thinah
     Aqidah Rafidhah tentang Ahlus Sunnah
     Aqidah Rafidhah tentang Nikah Mut’ah dan Keutamaannya
     Aqidah Rafidhah tentang Kota Najf dan Karbala serta Keutamaan Menziarahinya
     Sisi Perbedaan Antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah
     Aqidah Rafidhah tentang Hari ‘Asyura dan Keutamaannya Menurut Mereka
     Aqidah Rafidhah tentang Bai’at
     Hukum Pendekatan Antara Ahlus Sunnah yang Mengesakan Allah dengan Syi’ah yang Menyekutukan-Nya
     Komentar Ulama Salaf dan Khalaf tentang Rafidhah
     Surat al-Wilayah yang Diakui Rafidhah Termasuk Satu Surat dalam al-Qur’an
     Lauh Fathimah Didakwakan Sebagai Wahyu yang Turun kepada Fathimah
     Doa Dua Patung Quraisy
     Penutup
     Referensi Penting untuk Membantah Aqidah Syi’ah
     Buku-buku Kontemporer
     Beberapa Situs Rujukan untuk Membantah Syi'ah
     Sambutan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
 
Aqidah Rafidhah tentang Bai’at

Rafidhah beranggapan bahwa seluruh pemerin-tahan, selain pemerintahan imam mereka yang jum-lahnya dua belas, dianggap tidak sah dan batal.

Dijelaskan dalam kitab al-Kaafi dengan penjelas-an al-Mazindarani dan al-Ghaibah karangan an-Nu'mani, dari Abu Ja'far, beliau berkata, “Setiap ben-dera yang dikibarkan sebelum bendera imam mereka al-Qa'im al-Mahdi, pemiliknya dianggap thaghut.”[1]

Tidak diperbolehkan taat kepada seorang pengua-sa yang tidak mendapatkan legimitasi dari Allah ke-cuali dengan cara taqiyyah.

Mereka menganggap semua penguasa Muslim se-lain para imam mereka, dengan imam yang khianat, zhalim (tidak adil), tidak layak jadi pemimpin dan de-ngan nama lain yang sejenisnya, khususnya kepada ti-ga khalifah, Abu Bakar, Umar dan Utsman y.

Salah seorang dari mereka (Rafidhah) yang ber-nama al-Majlisi, penulis buku Biharul Anwar memberi-kan komentar kepada tiga khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman y: “Sesungguhnya mereka adalah para perampok kekuasaan, pengkhianat, dan murtad dari agama, semoga laknat Allah kepada mereka, dan ke-pada orang-orang yang mengikutinya, disebabkan ke-zhaliman yang dilakukannya kepada keluarga Nabi r dari generasi pertama dan sesudahnya.”[2]

Inilah yang dilontarkan oleh al-Majlisi, di mana bu-kunya dianggap sebagai rujukan sentral oleh orang Syi'ah, dalam memberikan penilaian terhadap genera-si terbaik setelah para Nabi dan Rasul.

Sesuai dengan prinsip mereka tentang khalifah kaum Muslimin, mereka beranggapan bahwa setiap orang yang bekerja sama dengan mereka adalah tha-ghut dan zhalim.

Diriwayatkan oleh al-Kulaini dari Umar bin Han-zhalah, ia berkata, “Saya bertanya kepada Abu Abdil-lah tentang dua orang laki-laki dari sahabat kami yang berselisih tentang utang atau harta warisan, di mana keduanya mencari penyelesaian hukum kepada pe-nguasa dan hakim (selain golongan Syi'ah), apakah yang demikian ini diperbolehkan? Ia menjawab, “Ba-rangsiapa yang mencari penyelesaian hukum kepada mereka, baik dia berada dalam pihak yang benar atau salah, maka sesungguhnya ia telah mengambil harta haram, meskipun dalam pihak yang benar, dan itu me-mang haknya, dikarenakan ia mengambilnya berda-sarkan keputusan thaghut.”[3]

Khameini berkata dalam bukunya al-Hukumatul Islamiyyah mengomentari ucapan tokoh-tokoh Syi'ah di atas: “Imam sendiri yang melarang mencari penye-lesaian hukum kepada para penguasa dan para hakim-nya, karena mencari penyelesaian hukum kepada me-reka dianggap mencari penyelesaian kepada thaghut.[4]

Dalam buku at-Taqiyyah fi Fiqhi Ahlil Bait dalam bab ke sembilan tentang taqiyyah saat berjihad, dan ini adalah kesimpulan atas berbagai penelitian Aya-tullah al-Haaj asy-Syaikh Muslim ad-Daawari, dalam pendapatnya mengenai hukum bekerja pada pengua-sa yang zhalim—yang dimaksud dengan penguasa zhalim di sini adalah penguasa dari kalangan Sunni—dia mengatakan:

“Sesungguhnya masuk dalam pekerjaan penguasa itu ada tiga macam: Adakalanya masuk dalam peker-jaan itu dengan maksud untuk melonggarkan kesusah-an kaum Mukminin,[5] membantu menunaikan kepen-tingan dan kebutuhan mereka, maka ini hukumnya di-anjurkan berdasarkan teks riwayat-riwayat yang telah dikemukakan dalam anjuran untuk melakukan peker-jaan semacam itu.

Kadang bekerja dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan bersenang-senang. Ini hukumnya boleh meskipun dimakruhkan dan seandainya dalam hal ini dia bisa berbuat kebaikan untuk saudara-sau-daranya yang Mukmin dan berusaha membantu me-menuhi kebutuhan mereka, maka perbuatan ini men-jadi penghapus kemakruhannya. Ini berdasarkan ke-pada riwayat-riwayat yang telah disampaikan di muka berkaitan dengan diharuskannya berbuat baik kepada kaum Mukminin dan menolong kesusahan mereka. Hal ini berarti perbuatannya seimbang.

Kadang bekerja dikarenakan terpaksa dan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, ini diperbo-lehkan dan tidak dimakruhkan sama sekali.”[6]

Penulis berkata: Bagaimana wahai saudaraku se-Islam, bagaimana mereka memvonis Ahlus Sunnah bahwa mereka adalah pelaku kezhaliman!! Kemudian bagaimana mereka membolehkan bekerja pada pe-nguasa Ahlus Sunnah dengan berbagai syarat, di an-tara yang paling penting adalah harus membantu orang-orang Syi'ah secara umum agar pekerjaan itu hukumnya menjadi boleh, sebagaimana hal ini telah diketahui semua orang.

Maka loyalitas orang-orang Rafidhah hanya untuk kekuasaan Rafidhah saja. Dan mereka tidaklah bekerja pada suatu bidang, kecuali akan berusaha memberi-kan kesempatan bagi teman-teman mereka dan sebisa mungkin menjauhkan Ahlus Sunnah dari pekerjaan-pekerjaan tersebut sampai mereka akhirnya bisa me-nguasai segalanya!! Semoga Allah I menjaga kaum Muslimin dari keburukan mereka.

 

 

 

Ñc&dÐ

 



[1]       Al-Kafi Syarah al-Mazindarani, 12/371 dan kitab alBihar, 25/113

[2]       Al-Majlisi, kitab al-Bihar, 4/385

[3]       Al-Kulaini, al-Kaafi,1/67, at-Tahdzib, 6/301, dan Man La Yahdhuruhul Faqih, 3/5

[4]       Al-Hukumatul Islamiyyah, hal. 74

[5]       Yang dimaksud kaum Mukminin di sini adalah kaum Syi'ah. Orang Syi'ah Rafidhah menamakan dirinya kaum Mukminin.

[6]       Kitab at-Taqiyyah fi Fiqhi Ahlil Bait, hasil akhir dari penelitian Ayatullah al-Haaj asy-Syaikh Muslim ad-Daawari, 2/153.


 

 
Retour a la page principale
قسم الأخـبـار :: الدفاع عن السنة